Dinamika Deklarasi di Jayapura: Aspirasi dan Kegagalan

30 Juni 2024, 13:01 WIB
Dinamika Deklarasi di Jayapura: Aspirasi dan Kegagalan /Media sosial /

RAKYAT PAPUA, JAYAPURA - Di tengah hutan pinggir kali Kamwolker, Waena, Jayapura, sepenggal catatan pahit tertorehkan. Serangkaian deklarasi yang bertujuan mulia—mengusung aspirasi rakyat menuju kemerdekaan, ternyata berujung pada kegagalan.

Fenomena ini bukan hanya sekedar kejadian singkat, melainkan suatu siklus yang terus berulang dengan aktor dan motif yang serupa. Mencermati sejarah dan aktor di balik deklarasi serta analisis intelektual dapat mengungkap lebih dalam tentang kompleksitas isu tersebut.

Sejarah Deklarasi di Jayapura

Petisi 1,8 juta tahun 2017 menandai salah satu dari sekian banyak percobaan deklarasi yang dicanangkan di Jayapura, khususnya di area Hutan Pinggir Kali Kamwolker, Waena.

Namun, ambisi ini gagal, serupa dengan deklarasi-deklarasi lain yang muncul belakangan. Catatan sejarah ini penting sebagai bahan introspeksi dan pembelajaran bagi gerakan selanjutnya.

Beberapa nama seperti Buktar Tabuni, Beny Wenda, dan Sem Karoba, kerap muncul sebagai tokoh di balik deklarasi. Profil mereka yang kompleks dan kontroversial menambah dinamika pergerakan.

"Keterlibatan mereka seringkali diwarnai oleh konspirasi dan intervensi dari pihak luar, yang bertujuan menggagalkan aspirasi rakyat,"katanya.

Analisis intelektual terhadap deklarasi-deklarasi ini sering kali menunjukkan pola yang sama: sempit, dangkal, dan reaksioner. Paradigma yang diusung belum mampu mengakomodir kompleksitas masalah yang sebenarnya dihadapi, sehingga usaha tersebut kerap berakhir sia-sia.

Daftar Deklarasi yang Gagal

  1. PPK-NRWP
  2. Komite aksi
  3. Panitia penjemputan dewan HAM-PBI
  4. GREEND STATE Mission PAPUA
  5. Pemerintahan sementara 2020
  6. GR-PWP 2024

Motif di balik kemunculan deklarasi ini tidak selalu mulia. Beberapa di antaranya bertujuan untuk keuntungan pribadi seperti pembangunan rumah, pembelian motor bekas, hingga pemenuhan kebutuhan pribadi lainnya.

"Implikasi dari motif ini sangat merugikan, tidak hanya menyimpang dari tujuan awal pergerakan, tetapi juga mengikis kepercayaan rakyat,".

Menjadikan hutan di pinggir kali Kamwolker, Waena, sebagai lokasi utama deklarasi memiliki simbol tersendiri. Namun, ketiadaan strategi yang efektif dan solidaritas yang kuat, menjadikannya tempat saksi bisu atas berbagai upaya yang gagal menembus batas.

Konspirasi yang diwarnai intervensi dari berbagai pihak, termasuk BIN, BAIS, dan intelijen asing, menjadi faktor utama penggagalan deklarasi. Ketiadaan penjagaan terhadap integritas inisiatif terbukti menjadi celah bagi pihak-pihak yang ingin melihat kegagalan secara berkelanjutan.

Keberulangan kegagalan deklarasi menunjukkan bahwa perjuangan yang dijalankan belum sepenuhnya mencerminkan aspirasi dan kebutuhan rakyat.

"Daripada memajukan agenda kolektif, siklus ini justru menguras energi dan sumber daya yang seharusnya dapat diarahkan untuk strategi perjuangan yang lebih inklusif dan berkelanjutan,"ujarnya.

Pelajaran dari sepak terjal deklarasi-di Jayapura, khususnya di Hutan Pinggir Kali Kamwolker, Waena, harus menjadi titik balik bagi pergerakan selanjutnya.

Introspeksi dan lompatan intelektual menjadi kunci, di samping peningkatan koordinasi dan solidaritas. Hanya dengan begitu, aspirasi untuk peningkatan kesejahteraan rakyat bisa dicapai dengan langkah yang lebih matang dan strategis.(*)

Editor: Amin Momiage

Sumber: Media Sosial @facebook

Tags

Terkini

Terpopuler